Terkadang kita menganggap lingkungan biotik dan abiotik di sekitar kita adalah hal yang sepele, terutama hal-hal kecil yang sepertinya tidak kelihatan. Padahal, segala sesuatu diciptakan pasti ada tujuannya masing-masing. Misalnya, banyak orang yang mengatakan bahwa melihat ikan hias berenang di aquarium bisa membuahkan damai sejahtera dan memberikan kelegaan walaupun hanya sedikit. Namun, bagaimana jika ternyata ikan hias yang dimaksud tidak seindah yang dibayangkan?
Ya, ada contoh kasusnya. Hampir kebanyakan orang pasti suka mengamati ikan mas koki. Bentuk fisiknya sangat lucu dan menggemaskan dengan badannya yang gembul, mata besar dan sebagian ada juga yang memiliki dahi yang besar berbentuk gelembung. Tingkahnya juga lucu karena kadang suka membalik-balikkan badan ketika berenang dan berebut makanan ketika sang tuan rumah menyodorkan makanan berbahan cacing kering yang berbentuk bola-bola merah kecil itu. Meskipun bukan dokter hewan, setidaknya kita mengetahui kalau ikan yang hampir mati pasti posisi badannya ketika di air sudah tidak akan seperti semula. Cenderung miring, nyaris terbalik dan mengapung bak berenang di laut mati. Lama kelamaan akan mengotori air dan menimbulkan bau tidak sedap. Pemandangan seperti itu tentu tidak akan membuahkan keindahan sedikit pun bagi yang melihat.
Ada cerita nyata mengenai ikan mas koki yang kisah hidupnya bisa dikatakan serupa dengan contoh tadi. Dahulu, ikan ini menjalani hidupnya begitu aktif di dalam aquarium berukuran sedang. Begitu rakus ketika melahap makanan. Badannya saja paling montok dibandingkan dengan kawannya yang lain. Sayangnya, semakin lama ia selalu saja dikira hampir mati oleh pemiliknya dan semua orang yang melihatnya. Ciri-cirinya nyaris sama seperti yang barusan diceritakan. Memang posisi tubuhnya tidak terbalik, tetapi konstan dalam kemiringan. Kira-kira sejak bulan Oktober 2008 keadaannya sudah seperti ini, namun hebatnya hingga detik ini ikan itu belum menemui ajalnya. Banyak selentingan dari beberapa waktu lalu yang berkata bahwa bisa jadi ketika awal tahun baru 2009, tepat pukul 12 malam, ia akan kehilangan nyawanya, bisa jadi beberapa minggu lagi, bahkan beberapa hari lagi, namun selentingan demikian belum terbukti faktanya. Malahan kebiasaan makannya yang rakus semakin menjadi-jadi. Ada juga candaan yang menyarankan agar menyuntik mati ikan tersebut daripada hidup menderita. Dinilai berdasarkan asumsi, orang-orang mengatakan bahwa dia mengalami obesitas, sehingga tidak ada keseimbangan tubuh. Ada yang berasumsi dia terkena stroke (mati sebelah). Kalau diamati lebih lagi, memang sirip sebelah kirinya tidak bisa bergerak jadi hanya tubuh bagian kanannya yang merasakan air. Ironisnya, tubuh bagian kirinya memerah. Bisa jadi karena sensitif karena tidak tergenang air.
Sebagai manusia, kita bisa belajar dari banyak hal. Kita juga setuju kalau inspirasi bisa datang dari mana saja. Khususnya dalam hal ini tidak jauh-jauh dari kehidupan ikan tadi. Yang pertama, kita dapat mempelajari ketegarannya dalam menjalani hidup. Belum pernah sekali pun saya mendengar kabar ada hewan yang mau bunuh diri karena masalah dan penyakit ganas yang menggerogoti hidupnya. Namun, manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia justru memiliki mental sejenis itu. Bahkan, tidak jarang di antara kita menjadi lemah dan tidak berdaya hanya karena perkataan negatif dan menjatuhkan dari orang-orang di sekeliling. Lihatlah begitu banyak candaan tidak membangun yang diterima olehnya! Mungkin karena ia tidak mengerti bahasa manusia dan ikan mungkin saja tidak sepeka anjing rumahan yang setia. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap makhluk hidup pasti memiliki insting apakah ia diinginkan atau tidak oleh tuan rumahnya? Jadi, bersikaplah seperti ikan mas koki yang sekarat ini dalam hal semangat hidup dan ketidakpeduliannya terhadap hal negatif di sekelilingnya.
Kedua, melalui semangat hidupnya terpancar keantusiasan yang luar biasa. Saya pernah melihat tikus yang masuk dalam kandang jebakan yang berisi sepotong keju di dalamnya. Herannya, ketika sepotong keju sudah ada di depan mata, tidak ada sedikit pun nafsu makan karena jelas-jelas kejunya masih terlihat utuh. Fokusnya hanyalah bagaimana caranya melarikan diri dari penjara kecil tersebut. Sudah tidak ada semangat untuk menikmati hidup. Berbeda dengan ikan tadi! Keantusiasan dalam melahap makanan masih terlihat begitu besar. Ia masih begitu menikmati kehidupannya menjadi seekor ikan di tengah kemalangannya. Ini bukan berarti kita tidak menjaga pola makan di saat sedang sakit atau dirundung masalah, sehingga kesehatan kita semakin menurun dan berat badan melonjak drastis. Namun, kita harus menghilangkan segala bentuk kekuatiran dan mempunyai harapan baru di saat menghadapi pergumulan dan kegagalan. Juga belajar memiliki keantusiaan dalam banyak hal. Misal, banyak bertanya jika tidak mengerti, memperluas keahlian dan lain-lain.
Ketiga, yang tidak kalah penting adalah tentang hidup yang sesuai dengan jalan yang lurus (yang sepantasnya dan sesuai dengan kebenaran). Ikan tersebut pasti mempunyai kesalahan dalam dirinya yang menyebabkan gaya berenangnya tidak lurus dan berkelok-kelok. Bisa jadi karena obesitas yang dihadapi atau mungkin juga kecelakaan kecil yang mengenai siripnya. Bukan hal yang mustahil gaya berenang bengkok yang diperagakannya akan membuat hidupnya dalam kesulitan besar. Saat mengalami serangan dari berbagai pihak, ia tidak akan bisa bergerak gesit bak teman-temannya yang hidup dalam kenormalan. Secara tidak langsung hidupnya tidak akan tenang dan damai sejahtera tidak akan ditemuinya. Banyak orang yang mengatakan bahwa hidup ini tidak selalu lurus dan banyak penghalang yang membuat kelurusan itu menjadi berkelok-kelok seperti yang dialami ikan itu. Namun, semuanya bergantung pada respon kita yang benar dan bukan benar atau salah! Apakah kita masih mau bergantung pada kebengkokan itu dan menjadikan penghalang itu sebuah alasan? Jika kita terus menerus tidak memiliki respon yang benar, maka penghalang yang terbesar itu adalah diri kita sendiri (sebutlah: SAYA!). Milikilah respon yang benar atas segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, sehingga jalan yang awalnya bengkok itu bisa dijadikan lurus! Hidup itu secara normalnya, pasti mempunyai tujuan akhir dan tanah perjanjian yang ingin dicapai. Hanya jalan luruslah yang memudahkan tujuan dan tanah perjanjian itu bisa tergenapi. Jalan yang berkelok-kelok hanya akan mempersulit dan menghambat.
hai ung
BalasHapushe3
wah ud ad blog
btw tulisannya gedean dkit ung
kekecilan
he3
happy writing ya............
Hahahah... uda aq edit mi... yg ini sudah paling besar sus tulisan na.. hahaha
BalasHapus