Inilah hal yang masih begitu kental melekat pada otak saya selama beberapa hari. Tanggal 20 Mei, pukul 22:47, di mana jam tersebut adalah waktu yang bagi saya pribadi paling produktif untuk saya berkarya. Ketika itu saya sedang merapikan notes dan blog yang terdahulu kemudian terdengar bunyi, “Haccciiuuuu!” ternyata ada SMS dari teman baik saya.
Begini isi pesannya:
Ada ce n co’ny lg boncengan
naek mt0r.. Kcptn’ny 120 km/
jam..
Ce: Say,plan2 aj.. Aq tkut
Co: Ga ah.. It’s fun..
Ce: Ga, ga asyik! PLIZ, AQ TKUT
BGT!
Co: Kl km mw aq turunin
kcptnny,blg dl kl km syg aq..
Ce: Ok.. Aq syaaang bgt ma
km.. Skrg turunin kcptn’ny!
Co: Nanti dl.. Kl km peluk aq,
br aq kabulin..
Ce peluk co’ny..
Co: Skrg km lepasin helm d
kpala aq, n km hrs pk helm’ny
d kpla km..
Ce nurut…
Keesokan harinya.. D Koran
t’tls
“Sebuah mot0r menabrak
gedung krn rem yg blong.. Ad
2 org yg naek mtr,tp hny 1 yg
slmt”
Mw tw ap yg trjd sbnrny?
D tgh jln co mnyadari kl
rem’ny blong,tp dy ga bs
brbuat ap”,krna saat it
kcepatan’a lg 120km/jam..
Plihan’a cm 2,nbrakin dri spy
mtr’a brnti,atau trus
ngendarain smpai ad yg nbrak
dy..n dy gk mau ce’a tau n
khawatir..makanya dy ngsh
helm’a ke cenya spy slamat,
meskipun dy tau klo hrz mati..
Itlah nma’a pengorbanan
cinta…
Pesan pendek itu terdiri dari enam layar, dan saya membacanya layar per layar. Membuat saya penasaran akan kelanjutan isinya. Kalimat demi kalimat yang saya baca mengundang asumsi tersendiri. Bagian awal menyatakan bahwa cowok itu memboncengi pacarnya dengan kecepatan tinggi sampai cewek itu menghadapi ketakutan tingkat tinggi. Namun, ia enggan memedulikannya dan menganggap hal itu sebagai suatu kesenangan. Saya yang pada dasarnya hanya suka kebut-kebutan di alam play station langsung mencap cowok itu kekanak-kanakan.
Yang membuat saya semakin emosi ketika saya membaca kelanjutannya adalah tentang permintaan wajar yang dibalas dengan syarat yang menurut saya agak berlebihan, “Kalau mau aku turunin kecepatannya, bilang dulu kamu sayang aku!”. Entah bodoh, polos, kepepet atau saking cintanya, cewek ini pun menurut. Kalau saya ada di posisi cewek itu, saya pasti menganggap itu hanya sekedar candaan dan bisa-bisa saya hajar cowok saya itu.
Emosi saya semakin memuncak ketika persyaratannya bertambah, “Nanti dulu, kalau kamu peluk aku, baru aku kabulin!” ungkap cowok itu. Lagi-lagi cewek itu menurut. Asumsi saya semakin bertambah negatif dengan cowok itu. Menurut saya, ia cuma cowok genit yang suka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Seharusnya kepalanya bocor oleh tangan saya sendiri jika saya berada di posisi cewek itu karena dulu saya pernah dekat dengan cowok sejenis itu. Walaupun tidak menggunakan adegan kebut-kebutan, tetapi secara tidak langsung mengeluarkan jurus rayuannya supaya ia bisa dipeluk dari belakang ketika di atas motor. Sepolos-polosnya saya, saya tidak membiarkan hal itu terjadi dan untungnya standar saya dalam menjaga tubuh dan kekudusan masih tinggi. Bagi saya, itulah salah satu cara menghargai dan memperlakukan diri sendiri dengan baik dengan tidak membiarkan hal-hal yang saya anggap berharga dicuri oleh orang yang salah dan tidak layak. Tubuh saya adalah Bait Allah yang kudus dan hanya bisa dipersembahkan untuk-Nya dan suami saya nanti. Prinsipnya adalah kalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, jangan berharap orang lain bisa menghargai diri kita!
Saking merasa jijik dengan SMS ini, konsentrasi agak sedikit buyar dan tidak ngeh dengan isi lanjutannya, “Sekarang kamu lepasin helm di kepala aku, dan kamu harus pakai helmnya di kepala kamu!” pinta cowok itu. Lalu apa hubungannya dengan helm? Gaya membaca SMS saya pun semakin cepat dan sampai juga di akhir pesan. Asumsi saya pun terjawab sudah. Jadi, inti dari pesan enam layar itu adalah mengenai pengorbanan cinta. Meskipun sudah mengerti inti dari semuanya, tetap saja rasa jijik masih sedikit melekat. Bahkan teman saya yang lain turut berkomentar bahwa helm itu tidak seberapa dan harganya lebih murah dibandingkan nyawa. Walaupun saya tidak terlalu suka dengan hal yang berbau romantis, tetapi kadang saya merasa lemah dan mudah terjerat dengan hal tersebut. Itulah mengapa saya selalu berpikir untuk menghindar dan lari sekuat-kuatnya.
Saya sama sekali tidak ingin memasukkan isi pesan itu ke dalam hati. Juga tidak ingin merenungkannya siang dan malam karena menurut saya hal seperti itu tidak sesuai dengan realita. Meskipun saya sebenarnya lebih cenderung mengarah kepada idealisme. Itu hanya ada di film drama romantis Korea dan sinetron Indonesia yang telah banyak merusak paradigma anak muda zaman sekarang. Saya bisa berkata seperti itu karena saya belum pernah menemui orang yang mengorbankan helmnya untuk keselamatan saya.
Tuhan pun akhirnya berbicara saat itu dan saya pun merenungkan jika seandainya saja ada pribadi yang mengisi hidup saya dan mengorbankan helmnya. Saya pun bisa menemukan jawabannya! Tentu saja saya pasti akan lebih mengasihi pribadi itu dibandingkan dengan Tuhan Yesus yang terbukti sudah memberikan helmnya 2009 tahun yang lalu. Karena dalam kasus ini, saya lebih melihat kenyataan yang saya lihat dengan mata dan kepala sendiri dibandingkan dengan kasih Tuhan yang saya rasakan berdasarkan iman dan hati. Bukan hal yang mustahil bahwa pribadi lain itu akan menjadi berhala dalam hidup saya dan saya memilih untuk melupakan-Nya. Kalau pun pribadi lain itu meninggal dunia persis seperti yang diceritakan pada SMS tadi, saya pun pasti tetap sulit untuk melepaskan diri dari ikatan keberhalaan itu.
Meskipun keesokan harinya saya sudah agak lupa dengan isi SMS itu, namun Tuhan tetap mengajarkan hal baru. Saya langsung teringat dengan kata ‘kasih’. Kasih itu berbicara mengenai pengorbanan. Sama seperti Yesus yang mengorbankan diri-Nya untuk mati di kayu salib menebus dosa saya. Lalu, Ia pun bertanya pada saya, “Apakah Aku meminta syarat kepada mu ketika Aku mengorbankan diri-Ku?”. Tentu saja saya tahu apa jawabannya. Dan itu sangat jauh berbeda dengan pengorbanan yang ada pada isi SMS tersebut. Di mana terdapat syarat berupa bahasa kasih kata-kata dan sentuhan fisik yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Sebab kasih itu tidak menuntut! Kasih itu bukanlah berupa sentuhan fisik yang harus dipenuhi sebelum waktunya. Tuhan memberikan helm-Nya kepada saya tanpa harus menunggu saya berkata bahwa saya mengasihi-Nya dan melakukan segala macam bentuk pelayanan. Namun, Ia sendiri yang berinisiatif! Dan kasih yang Ia beri lebih dari sekedar helm pada cerita SMS tadi. Bukan hanya supaya saya diampuni dari dosa dan menerima hidup yang kekal, tetapi juga menerima tanah perjanjian yang sudah dijanjikan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar